Senin, 30 November 2015

Mencari Tuhan Dengan Jalan Tasawuf - Buya HAMKA

FILSAFAT KETUHANAN
mencari tuhan dengan jalan tasawuf

Mencari Tuhan ada banyak cara, dengan jalan seni dan jalan ilmu atau jalan filsafat, adalah jalan yang di mulai dari dalam diri sendiri menuju melihat keluar. Adapun jalan tasawuf ialah merenung ke dalam diri sendiri. Membersihkan diri dan melihatnya dengan berbagai macam latihan ( riadhatun nafs ). Sehingga kian lama kian terbukalah selubung diri itu dan timbulah cahayanya yang gemilang, yang dapat menembus segala hijab yang menyelubunginya selama ini.

Alangkah hebatnya dan besarnya rahasia diri itu, bukankah dalam kalangan filsuf sendiri, seumpama Socrates, di suruhnya orang kembali menyelidiki dirinya sendiri. Alangkah besarnya rahasia yang ada pada diri.
Socrates berkata : "Kenallah dirimu!"

Maka dalam kalangan tasawuf timbullah suatu pepatah yang terkenal:

مَنْ عَرَفَ نَفْسَهُ فَقَدْ عَرَفَ رَبَّهُ
" Barang siapa yang mengenal akan dirinya, niscaya kenallah ia akan Tuhannya "

Bukan lantaran diri itu yang Tuhan. Tetapi keinsyafan kita akan sulitnya mencari rahasia diri, menimbulkan insaf kita akan kebesaran Rahasia Tuhan. Tetapi apabila selubung yang menutup diri telah dapat kita hindarkan, niscaya akan insyaflah kita kelak bahwasanya di dalam diri itu ada tersimpan kekuatan untuk mencari pengetahuan tentang hakekat.. Selubung itu, yang senantiasa menghambat perjalanan kita menuju rahasia itu, ialah syahwat dan angkara murka kita sendiri. Loba dan tamak kita. Dan hidup yang diperdaya oleh pengaruh kebendaan.

Jalan tasawuf mulanya memakai perasaan, tetapi akhirnya menggunakan iradat ( kemauan ). Walau bagaima tebalnya dinding yang membatas, sehingga selama ini kita tidak dapat mengenal siapa Tuhan, namun karena kekuatan iradat, dapatlah dinding itu kita tembus.

Jalan tasawuf adalah menghendaki suatu bakat istimewa. Akal biasa, dan ilmu dengan "sebab akibat"nya tidak dapat menerima, tetapi sulit membantahnya. Dia tidak berkehendak kepada "intelek" . Sebab itu bukanlah jarang orang yang "ummi", tak pandai tulis baca, dapat mencapai jalan dengan tasawuf. Kian lama kian payahlah orang membantah, bahwasanya ada orang-orang yang berlatih, dapat menimbulkan hal yang ganjil, tetapi benar; dan ilmu tak dapat mengupasnya.

Di zaman modern orang seakan-akan jemu atau mengejek akan kalimat yang mengandung kerohanian, terutama orang-orang yang mengatakan dirinya terpelajar. kata mereka, soal-soal yang demikian telah kolot. Perasaan ini terutama di Eropa, dan mulai menular ke negri-negri Timur.

( Sumber: Filsafat ketuhanan - Prof.DR. HAMKA )

Jadilah peran dalam suatu perjuangan umat dan jangan hanya jadi penonton, sungguh rugi diakhirnya nanti.